Kota Bandar Lampung, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Komite Aksi Masyarakat dan Pemuda untuk Demokrasi (KAMPUD) memberikan dukungan kepada tim Jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk melakukan upaya hukum banding terhadap putusan pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat dalam memvonis terdakwa Zarof Ricar yang merupakan eksponen/mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) terkait perkara gratifikasi/suap dengan hukuman 16 (enam belas tahun) penjara dan denda Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Hal ini disampaikan oleh Seno Aji, S.Sos, S.H, M.H selaku ketua umum DPP KAMPUD dalam keterangan persnya pada Senin (23/6/2025).
“Kita mendukung tim JPU Kejaksaan Agung RI untuk melakukan upaya hukum banding, dengan alasan bahwa vonis majelis hakim pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang menghukum terdakwa Zarof Ricar dengan menjatuhi putusan 16 tahun penjara dinilai kurang pertimbangan (Onvoldoende gemotiveerd) sehingga belum memenuhi rasa keadilan yang ada dalam masyarakat, seharusnya majelis hakim dalam merumuskan putusan dengan menjatuhkan jumlah maksimum pidana yang diancamkan yaitu 20 tahun penjara kemudian ditambah sepertiga dari jumlah maksimum, maka vonis hukuman yang sesuai adalah 26 tahun penjara. Adapun sistem pemidanaan yang digunakan yaitu disandarkan pada konsep concursus realis melalui sistem pemidanaan kumulasi dengan pemberatan, pasalnya terdakwa terbukti menerima gratifikasi dengan total senilai Rp. 915.000.000.000,- (sembilan ratus lima belas milyar rupiah) dan emas sebanyak 51 kilogram (kg) selama masa jabatannya di Mahkamah Agung (MA) yaitu dari tahun 2012 sampai dengan 2022, sebagai imbalan mempermudah untuk mengurus perkara (makelar kasus), sehingga tindak pidana korupsi berupa gratifikasi telah terjadi beberapa kali selama 10 tahun, dengan kata lain terdakwa Zarof Ricar telah melakukan beberapa perbuatan yang masing-masing perbuatan tersebut merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri”, kata Seno Aji.
Selain memberikan dukungan dirinya juga turut mengapresiasi atas upaya pengusutan terhadap perkara gratifikasi dan/atau suap Zarof Ricar, yang dinilai kasus gratifikasi tersebut telah meruntuhkan marwah dan wibawa Mahkamah Agung serta Lembaga peradilan dibawahnya, kemudian DPP KAMPUD juga meminta kepada Kejagung RI untuk mengusut fakta yang terungkap dalam persidangan perkara gratifikasi terdakwa Zarof Ricar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kita juga patut memberikan apresiasi kepada Kejagung RI di bawah komando Prof. Dr. ST Burhanuddin, S.H, MM melalui Jaksa Agung Muda tindak pidana khusus (JAM-Pidsus), Dr. Febrie Adriansyah, S.H, M.H yang telah berhasil mengusut perkara gratifikasi eks pejabat MA Zarof Ricar walaupun belum final, kemudian apresiasi juga kita berikan kepada Majelis hakim PN Tipikor Jakarta Pusat yang telah memutus uang sebesar Rp. 915 milyar dan emas seberat 51 kg yang disita dari eks pejabat MA Zarof Ricar dirampas untuk negara. Dimana uang dan emas tersebut dikumpulkan oleh terdakwa sebagai makelar kasus dari tahun 2012 sampai 2022 dari sejumlah perkara, dan fakta tersebut terungkap dalam persidangan yang menyebutkan catatan nomor-nomor perkara yang terkait dengan uang dan emas hasil gratifikasi, tentunya fakta tersebut harus diusut juga, karena pemidanaan perkara gratifikasi merumuskan kepada pemberi dan penerima suap dapat dipidana”, pungkas sosok Aktivis Seno Aji yang dikenal sederhana.
Sebagai informasi sebelumnya, Zarof Ricar telah divonis hukuman penjara. Hakim menyatakan Zarof bersalah melakukan permufakatan jahat dan menerima gratifikasi terkait vonis bebas Gregorius Ronald Tannur dalam kasus kematian Dini Sera Afrianti.
“Mengadili, menyatakan Terdakwa Zarof Ricar telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemufakatan jahat dan menerima gratifikasi,” ujar ketua majelis hakim Rosihan Juhriah Rangkuti saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, pada Rabu (18/6/2025).
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 16 tahun,” ujar hakim.
Hakim juga menghukum Zarof membayar denda Rp 1 miliar. Jika denda tidak dibayar, diganti dengan pidana penjara selama 6 bulan. Selain itu, Hakim menyatakan Zarof bersalah melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 juncto Pasal 18 UU Tipikor. (*)